Siapa Bilang Pacaran Haram ?
Segala puji hanya milik Allah SWT. Hanya kepadaNya segala puji, meminta tolong, memohon ampunan, bertaubat dan memohon perlindungan atas kejelekan-kejelekan diri dan amal-amal yang buruk. Barangsiapa yang diberi Allah tuntunan maka tidak ada satupun yang dapat menyesesatkannya dan barangsiapa yang Allah sesatkan maka tidak ada pula yang bisa memberikannya taufik dan hidayah. Ashadu An la ilaha ilallah wa ashadua an na muhammadan rasulullah. Shalawat serta salam semoga tercurah untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya dan semua sahabatnya ridwanulloh ‘alaihim jami’an.
Adalah sebuah hal yang sudah menyebar luas dikalangan masyarakat sebuah kelaziman yang terlarang dalam islam tetapi sadar tak sadar sudah menjadi suatu hal yang paling sering anda lihat bahkan sebahagian orang memandangnya sebagai suatu urusan yang boleh-boleh saja, kebiasan tersebut ialah apa yang dinamakan sebagai pacaran.
Oleh karena itu maka penulis mengupayakan untuk mengemukakan sedikit tinjauan islam mengenai hal ini dengan harapan penulis dan pembaca sekalian dapat mengetahui bagaimana islam memandang pacaran dan lantas dapat menjauhinya. Pacaran yang dikenal secara umum ialah suatu jalinan hubungan cinta kasih antara dua orang yang bertolak belakang jenis yang bukan mahrom dengan anggapan sebagai persiapan guna saling mengenal sebelum kesudahannya menikah. Inilah mungkin pengertian pacaran yang tidak sedikit tersebar dikalangan muda-mudi. Maka atas dasar inilah banyak sekali orang memandang bahwa urusan ini ialah suatu yang boleh-boleh saja, bahkan lebih parahnya lagi dianggap mengherankan kalau menikah tanpa pacaran terlebih dahulu –wal ‘iyyadzubillah –. Lalu andai demikian bagaimanakah tinjauan islam mengenai hal ini? Berikut kami coba sampaikan sedikit untuk pembaca bagaimana islam memandang pacaran.
Pacaran ialah suatu yang telah jelas keharamannya dalam islam, dalil mengenai hal ini tidak sedikit sekali diantaranya ialah firman Allah‘Azza wa Jalla :
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan seburuk-buruk jalan”. (Al Isra’ : 32).
Ayat ini ialah dalil tegas yang mengindikasikan haramnya pacaran. Berkaitan dengan ayat ini seorang berpengalaman tafsir Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di –rahimahullah- menjelaskan dalam tafsirnya,
Larangan mendekati suatu perbuatan nilainya lebih daripada semata-mata larangan melakukan suatu perbuatan karena larangan mendekati suatu perbuatan mencakup larangan seluruh hal yang dapat menjadi pembuka/jalan dan dorongan untuk melakukan perbuatan yang dilarang”.
Kemudian Beliau –rahimahullah- menambahkan suatu kaidah yang tegas dalam urusan ini,
“Barangsiapa yang mendekati suatu perbuatan yang terlarang maka dikhawatirkan dia terjatuh pada suatu yang dilarang”
Hal senada pun sebelumnya disebutkan penulis Tafsir Jalalain demikian pun Asy Syaukani –rahimahullah- tetapi Beliau menambahkan, “Jika suatu yang haram itu telah dilarang maka jalan menuju keharaman tersebut juga dilarang dengan melihat maksud pembicaran”. Bahkan diakatakan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin –rahimahullah-, “termasuk dalam ayat ini larangan melihat wanita yang bukan istrinya (yang tidak halal baginya, pen.), mendengarkan suaranya, menyentuhnya, sama saja apakah ketika itu dia sengaja untuk bersenang-senang dengannya ataupun tidak” Dari penjelasan semua ulama ini jelaslah bahwa pacaran dalam islam hukumnya haram sebab pacaran tergolong dalam perkara mengarah ke zina yang Allah haramkan ummat nabiNya guna mendekatinya.
Jika ada yang menuliskan bahwa pacaran belumlah dapat disebutkan sebagai perbuatan mengarah ke zina, maka anda katakan kepadanya bukankah orang yang sangat tahu mengenai perkara yang bisa mendekatkan ummatnya ke surga dan menjauhkannya dari api neraka telah menuliskan :
“Jagalah kemaluan kalian, tundukkanlah pandangan-pandangan kalian dan tahanlah tangan-tangan kalian”
Dalam hadits yang mulia ini ada perintah guna menundukkan pandangan dan hukum asal dari suatu perintah baik itu perintah Allah ‘Azza wa Jalla ataupun perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wajib dan adanya tunututan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan dengan segera
Maka jelaslah bahwa pacaran ialah suatu yang diharamkan dalam islam. Kemudian andai ada yang mengatakan bila seandainya pacaran tidak dibolehkan maka bagaimanakah dua orang insan dapat menikah padahal sesungguhnya mereka belum saling kenal? Maka anda katakan pada orang yang berdalih demikian dengan jawaban yang singkat tetapi tegas bukankah tuntunan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah sebaik-baik petunjuk? Bukankah Beliau ialah orang yang sangat kasih untuk ummatnya tidak ada petunjuk yang demikian? Firman Allah ‘Azza wa Jalla,
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, amt berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (At Taubah : 128).
Simak pula sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
Segala puji hanya milik Allah SWT. Hanya kepadaNya segala puji, meminta tolong, memohon ampunan, bertaubat dan memohon perlindungan atas kejelekan-kejelekan diri dan amal-amal yang buruk. Barangsiapa yang diberi Allah tuntunan maka tidak ada satupun yang dapat menyesesatkannya dan barangsiapa yang Allah sesatkan maka tidak ada pula yang bisa memberikannya taufik dan hidayah. Ashadu An la ilaha ilallah wa ashadua an na muhammadan rasulullah. Shalawat serta salam semoga tercurah untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya dan semua sahabatnya ridwanulloh ‘alaihim jami’an.
Adalah sebuah hal yang sudah menyebar luas dikalangan masyarakat sebuah kelaziman yang terlarang dalam islam tetapi sadar tak sadar sudah menjadi suatu hal yang paling sering anda lihat bahkan sebahagian orang memandangnya sebagai suatu urusan yang boleh-boleh saja, kebiasan tersebut ialah apa yang dinamakan sebagai pacaran.
Oleh karena itu maka penulis mengupayakan untuk mengemukakan sedikit tinjauan islam mengenai hal ini dengan harapan penulis dan pembaca sekalian dapat mengetahui bagaimana islam memandang pacaran dan lantas dapat menjauhinya. Pacaran yang dikenal secara umum ialah suatu jalinan hubungan cinta kasih antara dua orang yang bertolak belakang jenis yang bukan mahrom dengan anggapan sebagai persiapan guna saling mengenal sebelum kesudahannya menikah. Inilah mungkin pengertian pacaran yang tidak sedikit tersebar dikalangan muda-mudi. Maka atas dasar inilah banyak sekali orang memandang bahwa urusan ini ialah suatu yang boleh-boleh saja, bahkan lebih parahnya lagi dianggap mengherankan kalau menikah tanpa pacaran terlebih dahulu –wal ‘iyyadzubillah –. Lalu andai demikian bagaimanakah tinjauan islam mengenai hal ini? Berikut kami coba sampaikan sedikit untuk pembaca bagaimana islam memandang pacaran.
Pacaran ialah suatu yang telah jelas keharamannya dalam islam, dalil mengenai hal ini tidak sedikit sekali diantaranya ialah firman Allah‘Azza wa Jalla :
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan seburuk-buruk jalan”. (Al Isra’ : 32).
Ayat ini ialah dalil tegas yang mengindikasikan haramnya pacaran. Berkaitan dengan ayat ini seorang berpengalaman tafsir Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di –rahimahullah- menjelaskan dalam tafsirnya,
Larangan mendekati suatu perbuatan nilainya lebih daripada semata-mata larangan melakukan suatu perbuatan karena larangan mendekati suatu perbuatan mencakup larangan seluruh hal yang dapat menjadi pembuka/jalan dan dorongan untuk melakukan perbuatan yang dilarang”.
Kemudian Beliau –rahimahullah- menambahkan suatu kaidah yang tegas dalam urusan ini,
“Barangsiapa yang mendekati suatu perbuatan yang terlarang maka dikhawatirkan dia terjatuh pada suatu yang dilarang”
Hal senada pun sebelumnya disebutkan penulis Tafsir Jalalain demikian pun Asy Syaukani –rahimahullah- tetapi Beliau menambahkan, “Jika suatu yang haram itu telah dilarang maka jalan menuju keharaman tersebut juga dilarang dengan melihat maksud pembicaran”. Bahkan diakatakan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin –rahimahullah-, “termasuk dalam ayat ini larangan melihat wanita yang bukan istrinya (yang tidak halal baginya, pen.), mendengarkan suaranya, menyentuhnya, sama saja apakah ketika itu dia sengaja untuk bersenang-senang dengannya ataupun tidak” Dari penjelasan semua ulama ini jelaslah bahwa pacaran dalam islam hukumnya haram sebab pacaran tergolong dalam perkara mengarah ke zina yang Allah haramkan ummat nabiNya guna mendekatinya.
Jika ada yang menuliskan bahwa pacaran belumlah dapat disebutkan sebagai perbuatan mengarah ke zina, maka anda katakan kepadanya bukankah orang yang sangat tahu mengenai perkara yang bisa mendekatkan ummatnya ke surga dan menjauhkannya dari api neraka telah menuliskan :
وَ احْفَظُوْا فُرُوْجَكُمْ وَ غَضُّوْا أَبْصَارَكُمْ وَ كَفُّوْا أَيْدِيَكُمْ
“Jagalah kemaluan kalian, tundukkanlah pandangan-pandangan kalian dan tahanlah tangan-tangan kalian”
Dalam hadits yang mulia ini ada perintah guna menundukkan pandangan dan hukum asal dari suatu perintah baik itu perintah Allah ‘Azza wa Jalla ataupun perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wajib dan adanya tunututan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan dengan segera
Maka jelaslah bahwa pacaran ialah suatu yang diharamkan dalam islam. Kemudian andai ada yang mengatakan bila seandainya pacaran tidak dibolehkan maka bagaimanakah dua orang insan dapat menikah padahal sesungguhnya mereka belum saling kenal? Maka anda katakan pada orang yang berdalih demikian dengan jawaban yang singkat tetapi tegas bukankah tuntunan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah sebaik-baik petunjuk? Bukankah Beliau ialah orang yang sangat kasih untuk ummatnya tidak ada petunjuk yang demikian? Firman Allah ‘Azza wa Jalla,
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, amt berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (At Taubah : 128).
Kata حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ pada ayat di atas diartikan oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di –rahimahullah- berarti bahwa, “Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah orang yang mencintai kebajikan kepada kita ummatnya, mengerahkan semua kesungguhannya dalam rangka menyampaikan kebajikan kepada mereka serta hidayah (irsyad, pent.) berupa iman untuk mereka, tidak suka andai kejelekan menimpa mereka dan mengerahkan semua usahanya guna menjauhkan mereka dari kejelekan”. Dengan demikian ayat di atas jelas mengindikasikan bahwa Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah orang yang sangat kasih pada ummatnya dan sangat menginginkan kebajikan untuk mereka tetapi Beliau tidaklah mengajarkan untuk ummatnya yang demikian.
Simak pula sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِىٌّ قَبْلِى إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ
“Sesungguhnya tidak ada Nabi sebelumku kecuali wajib baginya menunjukkan kepada umatnya kebaikan yang dia ketahui untuk umatnya, dan mengingatkan semua kejelekan yang dia ketahui bagi umatnya…”
Maka mau lari kemanakah orang yang berasumsi kalau sekiranya pacaran tidak dibolehkan maka bagaimanakah dua orang insan dapat menikah sedangkan mereka belum saling kenal? Bukankah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mengajarkan dan mempraktekkan bagaimana tatacara mengarah ke pernikahan? Apakah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajarkan untuk kita teknik mencari pasangan hidup dengan pacaran? Wahai pengikut hawa nafsu hendak kemanakah lagi engkau palingkan sesuatu yang telah jelas dan gamblang ini ?
Kalau sekiranya yang demikian dapat mengirimkan kepada kebajikan tentulah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mengajarkannya untuk kita. Sebagai penutup kami nukilkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang posisi shaf laki-laki dan wanita dalam sholat, Beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam menuliskan :
Kalau sekiranya yang demikian dapat mengirimkan kepada kebajikan tentulah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mengajarkannya untuk kita. Sebagai penutup kami nukilkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang posisi shaf laki-laki dan wanita dalam sholat, Beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam menuliskan :
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang pertama, sejelek-jeleknya adalah yang paling akhir dan Sebaik-baik shaf perempuan adalah yang paling akhir, sejelek-jeleknya adalah adalah yang paling awal”.
Maka renungkan wahai saudaraku
apakah pantas orang –bukan suami istri– yang tidak sedang dalam suasana beribadah untuk Allah guna berdekatan, berdua-duan dan bermesra-mesraan serta merasa aman dari perbuatan mengarah ke zina sebenarnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia menuliskan yang demikian !
Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
ما نَهَيتُكُمْ عَنْهُ ، فاجْتَنِبوهُ
“Semua perkara yang aku larang maka jauhilah”
Allahu Ta’ala a’lam bish showaab, mudah-mudahan yang tak seberapa ini bisa menjadi renungan untuk orang-orang yang masih melakukannya, dan untuk kita yang tidakb mudah-mudahan Allah jaga anak keturunan kita darinya.
Postingan ini memiliki 0 Comments
Berkomentarlah dengan bijak!!
EmoticonEmoticon